Liputan6.com, Yogyakarta, Suasana berbeda terlihat di Bukit Ngisis, Nglinggo, Pagerharjo, Samigaluh, Kulon Progo, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta pada akhir pekan kemarin, Sabtu (19/9/2020). Di tengah pandemi, ada keramaian di sana.
Jangan berburuk sangka dan langsung memberi stigma. Acara bertajuk Svara SOUNDOFNATURE ini justru menjadi contoh pelaksanaan kegiatan kolaborasi seni budaya, komunitas, dan kegiatan luar ruangan (outdoor) di masa adaptasi kebiasaan baru.
Svara merupakan kegiatan yang menawarkan ruang yang menyajikan seni pertunjukan, budaya dan industri kreatif di ruang terbuka dengan pemandangan alam yang memanjakan mata. Ide ini lahir dari pegiat industri kreatif Yuda Mahesa yang berkolaborasi dengan Anton Renald dan Melky Binaro sebagai pengelola dan masyarakat sekitar Bukit Ngisis.
“Svara SOUNDOFNATURE mencoba untuk memantik kembali kehidupan pariwisata dan industi kreatif di Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam masa pandemi saat ini dengan mengutamakan protokol kesehatan yang berlaku,” ujar Yuda.
Acara yang berlangsung selama dua hari, pada 19 sampai 20 September 2020, ini dimeriahkan pertunjukan seni di hari pertama, seperti tarian Doa untuk Semesta oleh Zahara Annisa, Sinden Milenial Elisha Orcarus, alunan musik dari duo legenda musik Yogyakarta, Yudhi dan Doni eks Seventeen, serta sederet musisi muda lainnya.
Pada hari kedua, peserta juga bisa mengikuti yoga di alam terbuka yang dipandu oleh instruktur yoga Rumbi selepas menikmati sunrise dari Bukit Ngisis yang dikenal juga dengan sebutan Puncak 9. Setelah itu, peserta diajak berkeliling untuk menikmati wisata minat khusus ke kebun teh dan naik jeep untuk off road di hutan pinus sekitar Nglinggo.
Svara SOUNDOFNATURE juga menyediakan tiga paket menginap, yakni paket Flying Camp (berkemah dengan kapasitas dua orang per tenda), paket Live In (menginap di guest house dengan kapasitas 2 orang per guest house), dan paket Family (menginap di guest house dengan kapasitas 4 orang per-guest house).
“Svara ingin jadi permodelan ruang pertunjukan di masa adaptasi kebiasaan baru, kami tidak mau dibilang konser musik, kami adalah pertunjukan pertunjukan seni budaya di destinasi wisata minat khusus,” ucap Yuda.
Melalui Svara SOUNDOFATURE, ia ingin kegiatan serupa juga bisa ditiru di tempat lain. Acara semacam ini dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat lokal, pekerja seni, maupun, pekerja harian yang menggantungkan hidupnya dari pertunjukan di tengah pandemi Covid-19.
Sementara, bagi peserta dan masyarakat acara ini juga aman karena protokol ketat yang diterapkan bukan sekadar wacana. Svara juga berencana menggelar kegiatan serupa di tempat lain di DI Yogyakarta maupun daerah lainnya.
Acara yang digelar pada akhir pekan lalu ini sebenarnya masih simulasi. Pesertanya sebagian besar adalah undangan. Meskipun demikian, protokol kesehatan ketat diterapkan secara optimal.
Seluruh peserta, baik tamu, pengisi acara, maupun penyelenggara wajib mengikuti rapid test atau tes cepat sebelum memasuki lokasi acara. Jika ada yang kedapatan reaktif, maka ruang isolasi sudah disediakan. Meskipun demikian, hasil tes cepat seluruh peserta kegiatan ini non-reaktif.
Semua peralatan yang digunakan selama acara sudah disinfeksi. Tidak hanya itu, setiap peserta juga mendapat alat makan terdiri dari sendok, garpu, dan gelas yang sudah steril, serta perlatan mandi dan hand sanitizer.
Sepanjang acara, peserta wajib memakai masker dan jaga jarak. Tempat cuci tangan dan sabun juga tersebar di sejumah titik.
“Dari permodelan ini kami belajar mengurus 50 orang seperti mengurus 5.000 orang karena banyak detail dan protokol kesehatan yang ketat,” tutur Yuda.
Perwakilan DPD Asosiasi Experential Learning Indonesia (AELI) Yogyakarta, Oktavia Zamharin menuturkan Svara SOUNDOFNATURE yang menerapkan simulasi adaptasi kebiasaan baru akan menjadi inspirasi dan semangat baru di kalangan exprential learning maupun rekan yang bergerak di bidang pariwisata untuk mulai berkarya kembali dan mengadakan kegiatan.
“Apresiasi yang luar biasa atas dedikasi dan konsistensi bagi penyelenggara, peserta, serta pihak lain yang terlibat dalam melaksanakan protokol kesehatan adaptasi kebiasaan baru,” ucap Via.
Ia berharap semakin marak kegiatan luar ruangan atau outdoor yang sesuai protokol kesehatan sehingga ikut mendukung kemajuan pariwisata di DI Yogyakarta.
Sorotan dan Dukungan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Kemenparekraf juga mendukung penyelenggaraan ini. Bahkan, Kepala Sub Direktorat Penciptaan Event Deputi Bidang Pengembangan Produk Wisata Dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, Kiagoos Irvan Faisal, menghadiri acara Svara SOUNDOFNATURE.
Irvan mengungkapkan perhelatan ini menjadi perhelatan pertama di luar ruangan dengan konsep alam terbuka yang datang ke mejanya.
“Kalau secara konten bagus dan penerapan protokol kesehatan dilakukan baik dan disiplin, event ini bisa kami pakai untuk jadi percontohan di kota-kota lain,” kata Irvan.
Ia menilai, Yogyakarta menjadi barometer event atau perhelatan di Indonesia. Yogyakarta memiliki segudang potensi sumber daya manusia yang mampu menciptakan event kreatif dan inovatif.
Dukungan terhadap Svara SOUNDOFNATURE juga tidak lepas dari kegelisahan Kemenparekraf sejak awal pandemi. Kementerian ini ingin mengembelikan kepercayaan masyarakat terhadap sebuah kegiatan atau pertunjukan dengan melaksanakannya sesuai protokol kesehatan.
Irvan menuturkan saat ini sedang membuat standar operasional prosedur untuk penyelengaraan konser musik di masa adaptasi kebiasaan baru. Jika sudah selesai, standar ini akan menjadi panduan yang dibagikan ke komunitas.
Di dalam panduan itu tidak hanya tentang perlakuan kepada audiens, melainkan juga penampil dan peralatan.
“Yang terpenting itu disiplin dalam menerapkan protokol kesehataan saat event,” ujarnya.
Sumber Berita/Artikel : liputan6
0 Komentar